Praktikum Ekonomi Sumber Daya Hutan Medan, Mei 2021
HUTAN KOTA
DAN EKOWISATA
Dosen Penanggungjawab :
Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si.
Oleh :
Winda |
191201045 |
Putri Fadhira
Muliani |
191201046 |
Ika Darwati
Nainggolan |
191201116 |
Wahyu Danesya |
191201119 |
Juliana |
191201123 |
Fauzan Enda
Mora Dalimunthe |
191201199 |
Kelompok
6
HUT 4C
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
Ekonomi Sumber Daya Hasil Hutanyang berjudul “Hutan Kota dan Ekowisata” ini
dengan semaksimal mungkin dan dalam waktu yang telah ditentukan. Adapun makalah
ini ditulis untuk memenuhi tugas Praktikum Ekonomi Sumber Daya Hasil Hutan di
Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menerima banyak bantuan dari berbagai
pihak, penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen penanggungjawab yaitu bapak Dr.
Agus Purwoko, S.Hut, M.Si.yang telah memberikan pelajaran dan
bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalahini. Begitu juga
kepada teman dan sumber-sumber yang telah memberikan dukungan dan kontribusi
dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber informasi kepada setiap pembaca.
Medan,
Mei 2021
Penulis
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR
ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II ISI
2.1
Pengertian Hutan Kota Dan Ekowisata............................................... 3
2.2
Fungsi dan Manfaat dari Hutan Kota dan Ekowisata......................... 4
2.3
Bentuk Hutan Kota dan
Jenis-Jenis Ekowisata................................... 6
2.4 Prinsip-prinsip Ekowisata.................................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan........................................................................................... 11
3.2 Saran....................................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan
sebagai sumberdaya alam merupakan sumber dari berbagai barang dan jasa yang
perlu dikelola secara optimal dan lestari untuk menjaga eksistensinya. Untuk
mewujudkan pengelolaan hutan yang dapat menjamin fungsi hutan sebagai penyangga
pembangunan berkelanjutan, maka pengelolaan hutan harus diarahkan pada
upayaupaya peningkatan pendapatan masyarakat, perluasan kesempatan kerja dan
berusaha serta peningkatan fungsi hutan untuk kelestarian lingkungan.
Sumberdaya alam tersebut dikelola secara terus menerus sebagai usaha untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan rakyat harus memperhatikan
aspek lingkungan (Erwin, 2013).
Dalam
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pasal 8 disebutkan bahwa:
(1) pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus, (2)
penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus dimaksud untuk kepentingan umum,
seperti: penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta keagamaan
dan budaya. Kawasan hutan dengan kategori tersebut ditetapkan oleh pemerintah
sebagai hutan tetap, yaitu hutan yang keberadaannya terus dipertahankan baik
itu sebagai hutan lindung, atau hutan konservasi atau hutan produksi. Pengelolaan
sumberdaya alam yang hanya berorientasi ekonomi akan membawa efek positif
secara ekonomi tetapi menimbulkan efek negatif
yang buruk bagi kelangsungan kehidupan umat manusia (Helianto et al., 2016).
Untuk mengurangi kerusakan dan
melestarikan fungsi biologis ekositem, perlu suatu pendekatan yang rasional di
dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan.
Keberagaman kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti
potensi alam, flora, fauna, keindahan alam dan bentuknya yang berkepulauan,
kaya akan adat istiadat, budaya, dan bahasa sehingga memiliki daya tarik untuk
dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Pemanfaatan pariwisata
dengan jasa lingkungan ini semakin banyak diminati oleh masyarakat seperti
taman wisata pegunungan, wisata danau, wisata pantai, laut, hutan lindung,
cagar alam, dan wisata alam menjadi obyek wisata yang bernilai dan menarik
(Dewi et al., 2017).
Ekowisata sebagai bagian dari konsep
pengembangan pariwisata telah mengalami kemajuan dengan semakin banyaknya
peminat jenis wisata yang berbasis pada kelestarian lingkungan. Dalam
pengembangan destinasi wisata alam didapatkan hubungan timbal balik yang saling
menguntungkan antara manusia sebagai mahkluk yang menikmati alam dalam kegiatannya
dengan alam yang terlestarikan secara baik. Ekowisata merupakan kegiatan
pariwisata yang diarahkan dapat memadukan pembangunan ekonomi sekaligus dapat
membangkitkan pendanaan untuk usahausaha pelestarian sumberdaya sebagai
atraksinya (Erwin, 2013).
Untuk menuju ke arah ekowisata yang
berkelanjutan dan berbasis masyarakat, Would Wild Found (WWF) Internasional
(2001), dalam Guidelines for community-based ecotourism development ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan
yaitu menyediakan kehidupan yang berkelanjutan untuk masyarakat lokal,
mendorong masyarakat secara langsung melakukan ekowisata, mendapatkan
keuntungan langsung dari pelestarian alam, produk yang dikembangkan harus
berdasarkan pengetahuan masyarakat, serta nilai dan kemampuan mereka,
masyarakat bisa menentukan budaya wisatawan yang perlu disaring (Riyanto et al., 2014).
Hutan kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan yang tumbuh menjadi hutan besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur seperti taman. Lokasi hutan kota umumnya di daerah pinggiran. Ini dimungkinkan karena kebutuhan lokasi pemukiman atau perkantoran daerah tersebut tidak terlalu besar. Hutan kota dibuat sebagai daerah penyangga kebutuhan air, lingkungan alami, serta pelindung flora dan fauna di perkotaan (Helianto et al., 2016).
1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktikum Ekonomi Sumberdaya
Hutan yang berjudul “Hutan Kota dan Ekowisata” adalah mengetahui Fungsi hutan
kota dan manfaat Ekowisata.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Hutan Kota Dan Ekowisata
a. Hutan kota
Hutan
kota adalah bagian dari program RTH (ruang terbuka hijau), yang meliputi ruang
dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun
dalam bentuk memanjang atau jalur dimana penggunannya lebih bersifat terbuka
yang pada dasarnya tanpa bangunan. Pelaksanaan program pengembangan ruang
terbuka hijau dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara alamiah ataupun
budidaya seperti pertanian, pertamanan, perkebunan, dan sebagainya.
Tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang
memberikan manfaat bagi lingkungan yang cukup besar dalam kegunaan
proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan khusus lainnya. hutan kota adalah
komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau
sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk), struktur
meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan
bagi satwa liar dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman, sejuk, dan
estetis.
Peraturan Pemerintah RI No.63 Thn 2002 Tentang Hutan Kota
menyatakan bahwa Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuh
pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah
negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang
berwenang. Tujuan penyelenggaraan hutan kota ini adalah untuk kelestarian,
keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan,
sosial, dan budaya.
b. Ekowisata
Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke
daerah-daerah alami yang melestarikan lingkungan, menopang kesejahteraan
masyarakat setempat, melibatkan interpretasi serta pendidikan lingkungan hidup.
Konsep ekowisata mencoba memadukan tiga komponen penting yaitu konservasi alam,
memberdayakan masyarakat lokal, meningkatkan kesadaran lingkungan hidup. Hal
ini ditujukan tidak hanya bagi pengunjung, tetapi melibatkan masyarakat
setempat.
2.2 Fungsi dan Manfaat Dari Hutan Kota dan Ekowisata
a. Manfaat Hutan Kota
Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :
- Estetika,
lautan beton dan gedung-gedung pencakar langit memang bisa membentuk
lansekap kota yang indah. Namun keindahan tersebut akan menjadi gersang
bila tidak selingi hijaunya pepohanan. Paduan keindahan alami dan
bangunan-bangunan manusia bisa membentuk kota yang lebih estetik. Tak
jarang, kota-kota besar di dunia menjadi terlihat lebih indah karena
memiliki taman-taman yang hijau dan rimbun.
- Hidrologis,
tanah hutan dan pepohonan yang menutupinya mempunyai kemampuan mengatur
tata air. Pada musim hujan, bisa menampung air hujan agar tidak
langsung mengalir ke tempat lebih rendah sehingga mengurangi resiko
banjir. Sedangkan pada musim kemarau bisa menyediakan air tanah yang
disimpannya untuk digunakan warga kota.
- Klimatoligis,
keberdaan hutan kota bisa mempengaruhi iklim mikro di sekitarnya, seperti
menurunkan suhu permukaan tanah. Sehingga kota yang memiliki banyak hutan
akan terasa lebih sejuk. Hal ini akan sangat bermanfaat terutama
bagi kota-kota beriklim tropis seperti di Indonesia.
- Habitat
satwa, hutan kota bukan saja tempat koleksi tumbuhan. Ekosistemnya juga
dimanfaatkan oleh berbagai jenis satwa. Kita tahu, ruang hidup satwa
di perkotaan semakin terdesak. Keberadaan hutan kota bisa memberikan
pelindungan bagi satwa-satwa tersebut.
- Menekan
polusi, kota-kota besar biasanya sarat polusi baik itu udara maupun air.
Keberadaan pepohonan bisa menekan polusi berbahaya. Daun-daun yang rimbun
mampu menyaring debu, kotoran dan gas berbahaya lainnya.
- Penyimpan
karbon, gas CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan
pemanasan global. Hutan atau pepohonan merupakan penyerap gas CO2 yang
efektif dari udara, kemudian dalam betuk biomasa sepertii kayu dan
dedaunan.
- Edukatif,
hutan kota bisa menjadi tempat untuk pendidikan lingkungan terutama bagi
anak-anak. Banyak hal yang bisa dipelajari dari sebuah ekosistem alam,
terutama yang berhubungan dengan ilmu hayati. Selain itu, bisa menguggah
kesadaran masyarakat akan pentingnnya melestarikan alam.
- Rekreatif,
kawasan hutan kota bisa dijadikan tempat untuk melepas lelah atau
untuk melepas stres dari penatnya kehidupan kota. Masyarakat juga bisa
memanfaatkannya untuk kegiatan olah raga, seperti joging atau
bersepeda.
- Ekonomi,
bila pengelolaannya baik, hutan kota bisa menjadi daya tarik pariwisata.
Banyak kota-kota besar di dunia yang “menjual” keberadaan hutan kota
kepada para pelancong. Dampak ekonomi pariwisata bisa langsung melalui
pemungutan tiket masuk maupun tidak langsung seperti bisnis hotel,
restoran, kerajinan souvenir dan bisnis masyarakat lainnya.
b.
Manfaat Ekowisata
Manfaat ekowisata berdampak dalam berbagai aspek. Manfaat tersebut meliputi aspek konservasi, pemberdayaan dan pendidikan lingkungan. Manfaat tersebut secara lengkap adalah sebagai berikut:
§
Konservasi. Keterkaitan ekoturisme dan satwa terancam punah
sangat erat, bahkan harus bersifat positif, sebagaimana studi yang dilakukan
oleh peneliti Universitas Griffith. Wisata berkorelasi positif dengan
konservasi berarti memberikan insentif ekonomi yang efektif untuk melestarikan,
meningkatkan keanekaragaman hayati budaya, melindungi warisan alam serta budaya
di planet bumi.
§
Pemberdayaan ekonomi. Ekoturisme melibatkan masyarakat lokal
berarti meningkatkan kapasitas, kesempatan kerja masyarakat lokal. Konsep
eko-wisata adalah sebuah metode yang efektif untuk memberdayakan masyarakat
lokal di seluruh dunia guna melawan kemiskinan, mencapai pembangunan
berkelanjutan.
§
Pendidikan lingkungan. Melibatkan pendidikan lingkungan
berarti kegiatan wisata yang dilakukan harus memperkaya pengalaman, juga
kesadaran lingkungan melalui interpretasi. Kegiatan harus mempromosikan
pemahaman, penghargaan yang utuh terhadap alam, masyarakat, budaya setempat.
Oleh karena itu, berdasarkan tiga komponen penting tersebut,
maka tidak secara otomatis setiap perjalanan wisata alam merupakan aktifitas
wisata berbasis ekologi (ecotourism).
2.3 Bentuk Hutan Kota Dan
Jenis-jenis Ekowisata
a. Bentuk Hutan Kota
Menurut Irwan (1994), bentuk hutan kota dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu:
1) Bergerombol atau menumpuk, yaitu hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat yang tidak beraturan.
2) Menyebar, yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil,
3) Berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan sebagainya
b. Jenis-jenis Ekowisata
1. Ekowisata pemandangan, meliputi objek alam seperti pantai dan air terjun; flora seperti hutan; fauna; dan perkebunan berupa perkebunan teh, kopi, sayur, dan buah.
2. Ekowisata petualangan, seperti kegiatan alam bebas mendaki gunung, lintas alam, berselancar, dan lainnya.
3. Ekowisata kebudayaan dan sejarah, yang meliputi: suku terasing atau pedalaman seperti orang rimba dan suku dayak; kerajinan tangan batik dan ukiran; dan peninggalan sejarah seperti candi, benteng kolonial, dan lainnya.
4. Ekowisata penelitian yang meliputi pendataan spesies, pendataan kerusakan alam seperti lahan gundul dan pencemaran lingkungan, serta kegiatan konservasi seperti reboisasi dan lokalisasi pencemaran.
5. Ekowisata sosial, konservasi, dan pendidikan yang meliputi pembangunan fasilitas kesehatan dan komunikasi di wilayah dekat ekowisata; reboisasi hutan gundul, pengembangan flora dan fauna yang mulai terancam kelestariannya; dan memberikan pendidikan bagi masyarakat di sekitar kawasan wisata, seperti mengajarkan bahasa inggris, meningkatkan minat baca, dan lainnya.
2.4
Prinsip-prinsip Ekowisata
a. Prinsip-prinsip pengembangan ekowisata berbasis masyarakat dan konservasi
1. Keberlanjutan Ekowisata dari Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan (prinsip konservasi dan partisipasi masyarakat)
2.
Pengembangan institusi masyarakat lokal dan kemitraan (Prinsip
partisipasi masyarakat)
Aspek organisasi dan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata juga menjadi isu kunci: pentingnya dukungan yang profesional dalam menguatkan organisasi lokal secara kontinyu, mendorong usaha yang mandiri dan menciptakan kemitraan yang adil dalam pengembangan ekowisata. Beberapa contoh di lapangan menunjukan bahwa ekowisata di tingkat lokal dapat dikembangkan melalui kesepakatan dan kerjasama yang baik antara Tour Operator dan organisasi masyarakat (contohnya: KOMPAKH, LSM Tana Tam). Peran organisasi masyarakat sangat penting oleh karena masyarakat adalah stakeholder utama dan akan mendapatkan manfaat secara langsung dari pengembangan dan pengelolaan ekowisata.
3. Ekonomi berbasis masyarakat (Prinsip partisipasi masyarakat)
Homestay adalah sistem akomodasi yang sering dipakai dalam ekowisata. Homestay bisa mencakup berbagai jenis akomodasi dari penginapan sederhana yang dikelola secara langsung oleh keluarga sampai dengan menginap di rumah keluarga setempat. Homestay bukan hanya sebuah pilihan akomodasi yang tidak memerlukan modal yang tinggi, dengan sistem homestay pemilik rumah dapat merasakan secara langsung manfaat ekonomi dari kunjungan turis, dan distribusi manfaat di masyarakat lebih terjamin. Sistem homestay mempunyai nilai tinggi sebagai produk ekowisata di mana 6 soerang turis mendapatkan kesempatan untuk belajar mengenai alam, budaya masyarakat dan kehidupan sehari-hari di lokasi tersebut. Pihak turis dan pihak tuan rumah bisa saling mengenal dan belajar satu sama lain, dan dengan itu dapat menumbuhkan toleransi dan pemahaman yang lebih baik. Homestay sesuai dengan tradisi keramahan orang Indonesia.
4.
Prinsip Edukasi
Ekowisata memberikan banyak peluang untuk memperkenalkan kepada wisatawan tentang pentingnya perlindungan alam dan penghargaan terhadap kebudayaan lokal. Dalam pendekatan ekowisata, Pusat Informasi menjadi hal yang penting dan dapat juga dijadikan pusat kegiatan dengan tujuan meningkatkan nilai dari pengalaman seorang turis yang bisa memperoleh informasi yang lengkap tentang lokasi atau kawasan dari segi budaya, sejarah, alam, dan menyaksikan acara seni, kerajinan dan produk budaya lainnya.
5. Pengembangan dan penerapan rencana tapak dan kerangka kerja pengelolaan lokasi ekowisata (prinsip konservasi dan wisata).
Dalam perencanaan kawasan ekowisata, soal daya dukung (=carrying capacity) perlu diperhatikan sebelum perkembanganya ekowisata berdampak negative terhadap alam (dan budaya) setempat. Aspek dari daya dukung yang perlu dipertimbangkan adalah: jumlah turis/tahun; lamanya kunjungan turis; berapa sering lokasi yang “rentan” secara ekologis dapat dikunjungi; dll. Zonasi dan pengaturannya adalah salah satu pendekatan yang akan membantu menjaga nilai konservasi dan keberlanjutan kawasan ekowisata.
B. Prinsip Ekowisata Menurut Masyarakat Ekowisata
Internasional atau The International Ecotourism Society (TIES)
1. Meminimalisasi dampak
Ekowisata
muncul sebagai bentuk respon terhadap pariwisata massal (mass tourism). Tak bisa dimungkiri lagi bahwa
pariwisata massal memberikan banyak dampak negative, tak hanya bagi lingkungan,
tapi juga sosial. Sumber PBB menyebutkan, rata-rata turis yang menghabiskan air
dalam waktu 24 jam, sama dengan jumlah air yang bisa digunakan oleh petani di
negara dunia ketiga untuk memproduksi padi selama 100 hari. Contoh lain, satu
hotel mewah di negara dunia ketiga menghabiskan 66 ribu gallon air sehari. Di
ranah sosial, pariwisata massal berdampak pada masyarakat, khususnya anak-anak.
Data dari PBB menyebutkan, setidaknya 13-19 juta anak-anak di seluruh dunia
bekerja di sektor pariwisata. Lebih dari 1 juta di antara mereka dieksploitasi secara
seksual oleh turis tiap tahunnya. Sungguh bikin miris!
2.
Membangun kesadaran dan
kepedulian terhadap budaya dan lingkungan
Ekowisata
bisa disebut sebagai filter (penyaring) dari dampak pariwisata massal. Ini tak
lain karena ekowisata lebih merupakan small tourism.
Jumlah wisatawan yang kecil, akan kecil kemungkinan pula memberi dampak
negatif. Wisatawan bisa berinteraksi lebih intens dengan warga lokal. Ini
membuat mereka punya waktu lebih banyak untuk menyelami budaya warga lokal
sekaligus menghormati lingkungan tempat mereka berada.
3. Memberikan pengalaman positif, baik bagi wisatawan maupun warga
lokal sebagai tuan rumah
Dengan
jumlah wisatawan yang sedikit, ekowisata bisa memberi pengalaman positif yang
lebih intensif dengan masyarakat lokal. Interaksi ini jauh lebih berkualitas.
Misalkan, wisatawan menginap di homestay lokal.
Mereka tidak sekadar menginap, tapi juga dihidangkan makanan khas sana. Bahkan,
bisa melihat prosesnya langsung jikalau pemilik homestay menyediakan
paketnya. Empat mahasiswa Biologi asal Jerman berinteraksi dengan warga lokal
yang menginap di Baloeran Ecolodge. Mereka melakukan penelitian sekaligus
merasakan suasana homestay lokal berkonsep ecolodge.
4. Memberikan keuntungan finansial langsung bagi konservasi
Kendati small tourism, namun ekowisata bisa memberikan
keuntungan finansial yang tidak sedikit. Ekowisatawan biasanya sudah menyadari
bahwa ekowisata itu mahal. Mereka akan mafhum mengenai hal ini karena efek
positif yang diberikannya untuk beragam lapisan. Misalnya, mereka mengambil
paket ekowisata untuk melihat penangkaran penyu. Mereka akan rela merogoh kocek
mendalam, namun imbal baliknya ke mereka berupa pengalaman yang menakjubkan.
Bisa melihat penyu sedang menetaskan anaknya, melepas tukik-tukiknya ke laut,
itu tentu tidaklah murah.
5. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi warga lokal
Ekowisata mengondisikan masyarakat
di destinasi dan sekitarnya untuk menghidupkan potensi-potensi lokal yang
dimiliki. Hal ini sedikit berbeda dengan pariwisata massal yang cenderung
membuat warga di sana beralih profesi karena tergiur oleh duit melimpah.
Sebaliknya, ekowisata akan membuat kehidupan di destinasi menjadi lebih sustainable (berkelanjutan). Warga hanya perlu
fokus pada profesinya, memberi nilai tambah pada produk atau jasa yang
ditawarkan, serta memberikan pelayanan prima. Warga kian berdaya, keuntungan
finansial pun bukanlah harapan semu belaka.
6. Meningkatkan sensitivitas bagi iklim politik, lingkungan, maupun
sosial pada negara tuan rumah
Ekowisata yang dijalankan dengan
optimal akan berdampak pada banyak hal. Jika ekowisata diberi perhatian besar,
maka mau tak mau akan berimbas pada kebijakan. Sebab, bagaimanapun juga, ekowisata
perlu diregulasi. Ini untuk menjaga agar tidak kebablasan kea rah pariwisata
massal. Efek lingkungan dan sosial pun sudah pasti menjadi keniscayaan. Semua
pihak pun akan ramai-ramai peduli. Sinergi ini akan menciptakan angina segar
bagi tumbuhnya ekowisata. Pembangunan pun menjadi lebih terarah dan
berkelanjutan. Tidak sekadar bertumpu pada tujuan-tujuan jangka pendek semata.
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
1.
Hutan sebagai sumberdaya alam
merupakan sumber dari berbagai barang dan jasa yang perlu dikelola secara
optimal dan lestari untuk menjaga eksistensinya.
2.
Hutan kota merupakan suatu kawasan
dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang habitatnya dibiarkan tumbuh
secara alami.
3.
Hutan kota adalah bagian dari program RTH
(ruang terbuka hijau), yang meliputi ruang dalam kota atau wilayah yang lebih
luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang atau jalur
dimana penggunannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
4.
Ekowisata yang
dijalankan dengan optimal akan berdampak pada banyak hal. Jika ekowisata diberi
perhatian besar, maka mau tak mau akan berimbas pada kebijakan. Sebab,
bagaimanapun juga, ekowisata perlu diregulasi. Ini untuk menjaga agar tidak
kebablasan kea rah pariwisata massal.
5.
Ekowisata memberikan banyak
peluang untuk memperkenalkan kepada wisatawan tentang pentingnya perlindungan
alam dan penghargaan terhadap kebudayaan lokal.
3.2
Saran
Sebaiknya praktikan mengikuti praktikum dari awal dan akhir
dengan fokus agar dapat memahami materi yang dimana nantinya dapat melakukan
praktek langsung dengan tidak melakukan kesalahan
DAFTAR PUSTAKA
BLHD. (2015). Keanekaragaman Hayati Hutan Pelawan. Kabupaten Bangka Tengah: BLHD.
Dewi IN, Awang SA , Andayani W , Suryanto P. 2017.
Pengembangan Ekowisata Kawasan Hutan Dengan Skema Hutan Kemasyarakatan Di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Manusia & Lingkungan, 24(2): 95-102.
Disbudpar. (2015). Selayang Pandang Budaya, Tradisi dan Pariwisata Bangka Tengah. Koba: Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah.
Erwin. 2013. Strategi Pengembangan Ekowisata
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Di Malili Kabupaten Luwu Timur Provinsi
Sulawesi Selatan. Tesis Program Studi Ilmu Kehutanan.
Handono, N., Tanjung, R. H., & Zebua, L. I. (2014). Struktur Vegetasi dan Nilai Ekonomi Hutan Mangrove Teluk Youtefa Kota Jayapura Papua. Jurnal Biologi Papua , 1-11.
Helianto B, Yoza D, Oktorini Y. 2016. Identifikasi
Potensi Ekowisata Hutan Kota Pulau Bungin Kabupaten Kuantan Singingi. JOM
Faperta UR, 3(2): 1-10.
Kalitouw WD, Kumaat RM, Lyndon RJ, Pangemanan PA. 2015. Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Di Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. COCOS, 6(8): 21-23.
Lucyanti, S. (2013). Strategi Pengembangan Objek Wisata Alam Bumi Perkemahan Palutungan Berdasarkan Pendekatan Daya Dukung Lingkungan di Taman Nasional Gunung Ciremai. (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro.
Manalu, B. E., Latifah, S., & Patana, P. (2013 V). Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata di Desa Huta Ginjang Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara. Peronema Forestry Science Journal. Vol 2 No. 1. , 56-64.
Maulida, H. F., Anggoro, S., & Susilowati, I. (2012). Pengelolaan Wisata Alam Air Panas Cangar di Kota Batu. Jurnal Ekosains , Vol IV No. 3. 11-18p.
Riyanto, Hamzari, Golar. 2014. Analisis
Pembangunan Ekowisata Di Kawasan Taman Hutan Raya Berbasis Sistem Informasi
Geografis. Jurnal Warta Rimba, 2(1): 153-163.
Wah informasinya sangat lengkap dan bermanfaat kaak
BalasHapus