Mata Kuliah Ekonomi
Sumber Daya Hutan
Medan, Mei 2021
POTENSI DAN
ALIRAN PEMASARAN GETAH PINUS DI KABUPATEN BONE SULAWESI SELATAN
Dosen Penanggungjawab:
Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si
Oleh :
Putri Fadhira Muliani
191201046
HUT 4C
PROGRAM
STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS
KEHUTANAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Paper Ekonomi Sumber Daya Hutan ini dengan baik dan
tepat waktu. Adapun judul Paper atau blog ini adalah “Potensi
Dan Aliran Pemasaran Getah Pinus Di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan”. Penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada. Dosen Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya Hutan Dr. Agus Purwoko, S.
Hut., M.Si yang telah memberikan materi
dengan baik dan benar.
Dalam penyusunan paper ini juga tidak luput dari adanya
macam sumber seperti mengenai referensi untuk memperkuat dan membuka cakrawala
atau wawasan kami dalam menganalisis
tentang materi dalam karya tulis ini. Sehingga kami dapat menyelesaikan Paper
atau blog ini dengan mudah dan
menyusunnya menjadi sebuah Paper seperti ini. Semoga dengan kehadiran tugas ini
dapat menambah wawasan dan ilmu tentang hal tersebut.Penulis menyadari bahwa
Paper ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan Paper ini.
Terimakasih
Medan, Mei 2021
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan sumberdaya yang
mampu menciptakan sederetan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat berupa lahan,
vegetasi dan lingkungannya. Ilmu Ekonomi Sumber Daya Hutan adalah ilmu
yang mempelajari tingkah laku manusia dalam memanfaatkan sumberdaya hutan,
sehingga fungsinya dapat dipertahankan dan ditingkatkan dalam jangka panjang.
Sumberdaya hutan memiliki potensi menghasilkan banyak komoditi berupa barang
dan jasa secara bersamaan. Yang memerlukan pemasaran dan pengelolaan lestari
yang tepat. Penyediaan hutan dan lahan sebagai modal awal untuk
pembanguan berbagai sektor terutama untuk kegiatan industri dan sektor ekonomi
lainnya. Peran hutan dalam pelayanan jasa lingkungan hidup (air,
paru-paru dunia, rekreasi, wisata dan lingkungan sosial (penyerapn tenaga
kerja, sumber bahan baku kayu, industri dan kayu bakar (Sukadaryati
dan Dulsalam, 2013).
Hasil
hutan juga jelas merupakan sumberdaya ekonomi potensial yang beragam yang
didalam areal kawasan hutan mampu menghasilkan hasil hutan kayu, non kayu dan
hasil hutan tidak kentara (intangible) seperti perlindungan tanah, pelestarian
sumberdaya air dan beragam hasil wisata. Uraian tersebut di atas terungkap
bahwa hutan, kehutanan dan hasil hutan sesungguhnya menjadi sumberdaya
(resources) yang mempunyai potensi menciptakan barang, jasa serta aktifitas
ekonomi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Kajian ekonomi akan meliputi
semberdaya sendiri-sendiri atau secara majemuk sehingga disebut sumberdaya
hutan (Sihombing,
2011).
Ekonomi SDH adalah
suatu bidang penerapan alat-alat analisis ekonomi terhadap persoalan produksi,
permintaan, penawaran, biaya produksi, penentuan harga termasuk dalam kajian
ekonomi mikro dan masalah kesejahteraan masyarakat (kesempatan kerja,
pendapatan produk domestik dan pertumbuhan ekonomi) yang termasuk dalam kajian
ekonomi makro. Kajian ekonomi mikro dalam ekonomi SDH untuk menjawab barang dan
jasa hasil hutan apa yang diproduksi sehingga dapat menguntungkan unit usaha
(bisnis) sebagai pelaku usaha, sedangkan kajian ekonomi makro akan menjawab
bagaimana sumberdaya hutan dimanfaatkan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat
dalam pengertian bahwa sumberdaaya hutan telah memberikan kontribusi bagi
tersedianya lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan memberikan
jasa perlindungan lingkungan bagi semua masyarakat (Santoso, 2010).
Hasil
riset menunjukkan bahwa hasil hutan kayu dari ekosistem hutan hanya sebesar 10%
sedangkan sebagian besar (90%) hasil lain berupa hasil hutan bukan kayu (HHBK)
yang selama ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk pemanfaatan HHBK yang
memiliki potensi sangat baik berasal dari tanaman pinus. Tanaman pinus ini
memiliki peranan yang penting, sebab selain sebagai tanaman pioner, bagian
kulit pinus dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan abunya digunakan untuk
bahan campuran pupuk, karena mengandung kalium. Selain itu ekstrak daun pinus
mempunyai potensi sebagai bioherbisida untuk mengontrol pertumbuhan gulma pada
tanaman. Keistimewaan lain dari pohon pinus yaitu mampu menghasilkan getah. Berdasarkan
profil singkat HHBK di Indonesia untuk komoditas getah-getahan pinus memiliki
potensi sumber daya. Potensi tersebut tersebar di kawasan hutan Negara seluas ±
500.000 ha dan ± 50.000 ha hutan pinus rakyat. Komoditas getah-getahan pinus
ini mampu menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi (Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor: P.19/Menhut-II/2009).
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
karakteristik dari getah pinus?
2. Bagaimana
nilai ekonomi getah pinus di Kabupaten
Bone?
3. Bagaimana
potensi ekonomi getah pinus di Kabupaten
Bone?
4. Bagaimana aliran pemasaran getah pinus di Kabupaten
Bone?
Tujuan
1. Untuk
mengetahui karakteristik dari getah pinus.
2. Untuk
mengetahui nilai ekonomi getah pinus di
Kabupaten Bone.
3. Untuk
mengetahui potensi ekonomi getah pinus di
Kabupaten Bone.
4. Untuk
mengetahui aliran pemasaran getah
pinus di Kabupaten Bone.
BAB
II
ISI
2.1
Karakteristik Getah Pinus
Pohon Pinus merkusii merupakan jenis pinus yang tumbuh asli di wilayah Indonesia dan pertama kali ditemukan dengan nama “Tusam” di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang ahli botani dari Jerman Dr. F. R. Junghuhn. Selain termasuk jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species), jenis pinus ini merupakan jenis pinus yang tidak memerlukan syarat-syarat tempat tumbuh yang khusus sehingga mudah untuk dibudidayakan bahkan pada tempat yang kering. Tidak hanya kayunya saja yang dapat dimanfaatkan, HHBK jenis getah yang dihasilkan Pinus merkusii ini juga dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Kedua hasil olahan destilasi getah pinus ini sangat bermanfaat sebagai bahan baku di berbagai industri. Oleh karena itu, Pinus merkusii sangat berpotensi untuk diusahakan.
§ Habitat Pohon Pinus
Pohon pinus memiliki akar tunggang dengan sistem perakaran yang cukup dalam dan kuat sehingga dapat tumbuh di tanah yang dalam/tebal dengan tekstur tanah ringan sampai sedang. Jenis pinus ini juga tidak memiliki syarat tinggi untuk jenis tanah tempat tumbuhnya karena pohon pinus dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah bahkan pada tanah dengan pH asam. Pinus merkusii dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat, namun tempat tumbuh terbaik bagi jenis pohon pinus ini berada pada ketinggian tempat antara 400-2000 mdpl. Pohon pinus yang ditanam pada ketinggian tempat kurang dari 400 mdpl akan menyebabkan pertumbuhannya tidak optimal karena suhu udara yang terlalu tinggi. Selain itu, pertumbuhan pohon pinus yang ditanam di ketinggian tempat lebih dari 2000 mdpl juga tidak akan optimal karena terhambatnya proses fotosintesis. Tempat tumbuh yang baik bagi jenis pinus ini memiliki curah hujan 1200-3000 mm/tahun dan jumlah bulan kering 0-3 bulan. Di Pulau Jawa, Pinus merkusii dapat tumbuh baik pada tempat yang memiliki ketinggian di atas 400 mdpl dengan curah hujan 4000 mm/tahun (Perhutani 1993).
§ Karakteristik Getah Pinus
Getah pinus (colophony) merupakan substansi yang transparan, kental dan memiliki daya rekat yang cukup tinggi. Getah Pinus dihasilkan dari penyadapan batang pohon pinus, getah pinus ini bila dilakukan pemanasan, maka kandungan Terpentin yang ada dalam getah akan menguap sehingga nantinya akan tersisa berupa ampas getah yang biasanya disebut dengan Gondorukem. Getah Pinus memiliki karakteristik hydrophobic (tidak suka air), dapat larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar (etil eter, hexan, dan pelarut minyak). Getah Pinus termasuk jenis oleoresin (perpaduan resin dan minyak pohon) yang mengandung senyawa terpenoid, hidrokarbon dan senyawa netral bila didestilasikan akan menghasilkan 15-25 % terpentin (C10H16) dan 70-80 % gondorukem dan 5-10 % kotoran (Riwayati 2005). Warna getah pucat, jernih dan lengket serta apabila diuapkan berubah menjadi rapuh. Sugiyono et al. (2001), menyatakan getah pinus tersusun atas 66 % asam resin (resin), 25 % terpentin (monoterpene), 7 % bahan netral yang tidak mudah menguap dan 2% air.
2.2 Nilai Ekonomi Getah Pinus
Jika luas hutan pinus yang disadap mencapai 1 juta
hektar maka potensi ekonomi dari getah bisa mencapai 24 – 66 trilyun per tahun
dan terpenting mencapai 4,2 – 12,2 trilyun per tahun. Jika dalam satu
hektar terdapat 300 – 600 pohon pinus maka potensi getah yang dihasilkan adalah
antara 1.680 – 4.880 kg per hektar per tahun. Hasil pengolahan getah secara
umum akan menghasilkan gondorukem, terpentin dan kotoran dengan persentase
masing-masing 65%, 25% dan 10% sehingga gondorukem yang dapat dihasilkan dari
satu hektar adalah antara 1.092 – 3.172 kg per tahun dan terpentin antara 420 –
1.220 kg per tahun.
Untuk mengetahui potensi ekonomi
dari getah maka ada beberapa asumsi mengenai produktivitas pohon dalam
menghasilkan getah, harga getah dan juga harga produk olahan getah. Saat ini
untuk menghasilkan getah, metode penyadapan yang banyak digunakan adalah metode
“Quarre/Koakan” dan produksi getah antara 13 – 19 gram per koakan per 3 hari. Dalam
satu pohon jumlah maksimal koakan adalah empat buah maka produksi getah per
pohon adalah 42 – 76 gram per pohon per 3 hari. Jika dalam satu tahun
pengusahaan getah dilakukan selama 330 hari kerja maka potensi getah per pohon
per tahun adalah 4,2 – 6,4 kg.
2.3 Potensi Ekonomi Getah Pinus di Kabupaten
Bone
Getah yang dihasilkan oleh pinus setelah proses destilasi yaitu gondorukem dan terpentin yang dipergunakan dalam industri batik, plastik, sabun, tinta cetak, bahan plitur, dan sebagainya, sedangkan terpentin digunakan sebagai bahan pelarut cat dari getah pinus. Potensi penyadapan getah pinus di Kabupaten Bone dapat ditinjau berdasarkan luasan izin pemungutan getah pinus dan produktivitas yang dihasilkan. Luasan izin pemungutan getah pinus yang diberikan kepada Gabungan Kelompok Tani Hutan (GAPOKTAN) di Kabupaten Bone adalah 7.980 ha. Pemungutan getah pinus ini tersebar pada area di Kecamatan Tellu Limpoe, Libureng, Lappariaja dan Bontocani yang bermitra dengan 5 perusahaan pengumpul getah pinus di Sulawesi Selatan. Penyadapan getah pinus di Kabupaten Bone cukup diminati oleh beberapa industri pengumpul getah pinus. Bahkan beberapa perusahaan pengumpul pada periode 2015-2020 masih melakukan pengajuan izin pengumpulan pada daerah lain di Kabupaten Bone.
Penyadapan getah pinus termasuk hal yang baru bagi masyarakat di Kabupaten Bone. Hal ini membuat produktivitas getah pinus tidak optimal. Masih kurangnya minat masyarakat untuk melakukan penyadapan juga dikonfirmasi oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bone. Laporan mengenai produktivitas getah pinus juga tidak sepenuhnya sesuai yang terjadi di lapangan sehingga sangat diperlukan penguatan dalam hal sumber daya manusia untuk meningkatkan produktivitas getah pinus. Produktivitas getah pinus di 5 perusahaan yang bermitra dengan Kabupaten Bone ini belum maksimal. Kondisi ini disebabkan oleh jumlah penyadap getah pinus yang belum seimbang dengan luasan area perizinan pengumpulan getah pinus yang ada untuk setiap perusahaan.
Mengacu pada Sugiyono (2001) dalam Adhi (2008) bahwa produktivitas getah pada Pinus merkusii adalah 6 kg/pohon/tahun, maka optimalnya Kabupaten Bone dapat menghasilkan ± 3.222 ton/tahun. Ketidakoptimalan produktivitas dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya kemampuan daya sadap setiap orang berbeda-beda. Kemampuan dalam melakukan penyadapan dipengaruhi oleh perbedaan cuaca seperti musim penghujan yang berkepanjangan sehingga mengakibatkan kurangnya produktivitas getah pinus. Selain itu, adanya mata pencaharian lain dapat menjadi faktor penyebab menurunnya stamina penyadap dalam memungut getah pinus yang secara tidak langsung berpengaruh pada produktivitas getah pinus.
Produktivitas getah pinus setiap tahunnya dapat dioptimalkan melalui penyesuaian jumlah kebutuhan tenaga penyadap dengan luasan hutan pinus yang dikelola untuk penyadapan. Kebutuhan tenaga penyadap terhadap luasan perizinan pemungutan getah pinus seluas 7.980 ha dapat mencapai sekitar 3000 orang agar dapat dimanfaatkan secara maksimal. Selain kurangnya tenaga penyadap, teknologi penyadapan juga berpengaruh pada peningkatan produktivitas. Proses pemungutan di Kabupaten Bone masih menggunakan alat-alat yang sederhana sehingga jumlah yang dihasilkan juga belum bisa maksimal. Namun, dengan potensi yang besar para pelaku pemungutan getah pinus tetap menargetkan pasar internasional.
2.4 Aliran Pemasaran Getah Pinus di Kabupaten
Bone
Saat ini aliran pemasaran menjangkau pasar lokal, nasional, bahkan internasional. Gondorukem yang dijual di pasaran Internasional mempunyai dua jenis yang dibedakan berdasarkan asalnya, yaitu gondorukem yang berasal dari destilasi getah pinus (gum rosin) dan yang berasal dari hasil samping pembuatan kertas (tall oil rosin). Namun demikian industri-industri yang memerlukan gondorukem kualitas tinggi lebih menyukai yang berasal dari getah pinus sekalipun tall oil rosin harganya lebih murah. Aliran pemasaran ini dilakukan oleh perusahaan pengumpul. Saat ini diantara kelima perusahaan yang bermitra dengan kelompok tani, hanya PT. Adimitra Pinus Utama yang melakukan proses ekspor getah pinus yang telah diolah menjadi produk gondorukem dan terpentin. Tujuan pasar internasional menjadi potensi yang dapat diunggulkan bagi perusahaan dan kelompok tani. Aliran Pemasaran yang ada di Kabupaten Bone berdasarkan perusahaan yang mendapat izin pengumpulan getah pinus terbagi menjadi 3 jenis pasar sebagai berikut:
1. Pasar lokal
Pasar lokal yang dimaksud adalah proses pemasaran yang terjadi dalam cakupan Sulawesi yaitu diantaranya pada Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Sinjai, Maros dan Kabupaten Soppeng.
2. Pasar Nasional
Pasar nasional merupakan proses pengiriman getah pinus dalam wilayah Indonesia. Potensi penyadapan getah pinus di Indonesia sangat besar, hal ini dikarenakan hampir disetiap provinsi memiliki usaha penyadapan getah pinus. Namun, untuk sementara penyadapan getah pinus Kabupaten Bone memiliki area pemasaran hingga Bekasi.
3. Pasar International
Mody (2017) menerangkan bahwa hasil pemungutan getah pinus Indonesia telah menembus 10% total produksi dunia dan diekspor ke berbagai negara diantaranya Jepang, Eropa, America, Korea Selatan dan India. Adimitra Pinus Utama mampu dipasarkan hingga negara Cina dan India. Selain itu perusahaan CV. Nusantara Jaya juga memasarkan getah pinus yang dikumpulkan hingga ke negara Cina dan Thailand.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Ekonomi
SDH adalah suatu bidang penerapan alat-alat analisis ekonomi terhadap persoalan
produksi, permintaan, penawaran, biaya produksi, penentuan harga termasuk dalam
kajian ekonomi mikro dan masalah kesejahteraan masyarakat (kesempatan kerja,
pendapatan produk domestik dan pertumbuhan ekonomi) yang termasuk dalam kajian
ekonomi makro.
2. Tidak
hanya kayunya saja yang dapat dimanfaatkan, HHBK jenis getah yang dihasilkan Pinus merkusii ini juga dapat diolah
menjadi gondorukem dan terpentin.
3. Getah
Pinus memiliki karakteristik hydrophobic (tidak suka air), dapat larut dalam
pelarut netral atau pelarut organik non polar (etil eter, hexan, dan pelarut
minyak).
4. Hasil pengolahan getah secara umum akan menghasilkan gondorukem, terpentin dan kotoran dengan persentase masing-masing 65%, 25% dan 10% sehingga gondorukem yang dapat dihasilkan dari satu hektar adalah antara 1.092 – 3.172 kg per tahun dan terpentin antara 420 – 1.220 kg per tahun.
5. Potensi penyadapan getah pinus di Kabupaten Bone dapat ditinjau berdasarkan luasan izin pemungutan getah pinus dan produktivitas yang dihasilkan. Luasan izin pemungutan getah pinus yang diberikan kepada Gabungan Kelompok Tani Hutan (GAPOKTAN) di Kabupaten Bone adalah 7.980 ha.
Saran
Sebaiknya
dilakukan peningktan kualitas tenaga SDM dalam pengelolaan getah pinus di
Kabupaten Bone dan diperlukannya perbaruan terhadap alat-alat pengelolaan getah
pinus Di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Mody
L. 2017. Studi Penyadapan Getah Pinus Cara Bor Dengan Stimulas H2SO4. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 35(3).
Mukhlisa
AN. 2020. Potensi dan Aliran Pemasaran Getah Pinus di Kabupaten Bone Sulawesi
Selatan. Journal Of Forestry Research,
3(2).
Santoso
G. 2010. Peningkatan Mutu dan Produktivitas Penyadapan Getah Pinus. FGD Peningkatan
Mutu Getah. Puslitbang Perum Perhutani
Sihombing
JA. 2011. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) oleh Masyarakat Desa
Sekitar HUtan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Samarinda, Kalimantan Timur.
Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sukadaryati,
Dulsalam. 2013. Teknik Penyadapan Pinus Untuk Peningkatan Produksi Melalui
Stimulan Hayati. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan, 31(3):221-227.
Sangat informatif kak
BalasHapusWih mantap nihhhh
BalasHapusWah sangat informatif, jadi saya ingin bertanya apakah nilai ekonomi getah Pinus lebih tinggi dibandingkan dengan kayu dari pohon Pinus itu sendiri? Terimakasih
BalasHapusWah saya yg sedari dulu anak ips mau tau dong, apa getah hanya dihasilkan dari pinus?
BalasHapusKak mau nanya, apa hanya Pinus merkusii saja yang bisa menghasilkan gondoruken dan terpentin? Apakah Pinus jenis lain tidak bisa? Lalu apa kelebihan pinus merkusii tsb dibanding Pinus dengan jenis yang lain? Terimakasih kak, btw thx for information nyaa kak!
BalasHapusMau tau dong kak, getah dihasilkan dari pohon apa aja ya? Terimakasih kak
BalasHapusBagus dan informatif sekali
BalasHapusmenarik sekali
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapusTernyata getah pinus sangat memiliki nilai yang tinggi , terima kasih kak infonya
BalasHapus